HARIANNKRI.ID – Keprihatinan atas diabaikannya firman Tuhan menjadi dasar dua alumni Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) menggugat pihak yayasan dan rektor terpilih. Sebagai institusi Kristen, seharusnya aspek moralitas, integritas dan etika menjadi dasar utama dalam memilih pemimpin.
Kepada hariannkri.id, salah satu penggugat, Indra Budiman menjelaskan, dasar dari Satya Wacana adalah setia akan firman Tuhan. Ia pun mengingatkan firman Tuhan Amsal 1:7a. “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan”.
“Nah pengetahuan, itu tidak bisa ditafsirkan hanya bersifat scientific, tetapi juga ada moral disana. Kalau mengakui kuasa Tuhan, maka harus juga dipahami bahwa Tuhan-lah yang paling tinggi di dalam perundang-undangan,” kata Indra saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Salatiga, Rabu (4/1/2023).
Dari dasar itulah, menurut Indra, pemilihan rektor UKSW periode 2022-2027 cacat moral, cacat etika dan cacat integritas. Ia mengingatkan, IU yang terpilih menjadi rektor adalah seorang wanita yang pernah bercerai dua kali.
“Kenapa begitu? Karena dalam firman Tuhan itu landasannya sudah jelas. Bahwa wanita yang menikah untuk kedua kalinya, itu di dalam Markus 10 ayat 12, itu berzina. Itu firman Tuhan yang mengatakan, bukan saya,” tegas mantan dosen UKSW tersebut.
Alumni UKSW Kepatuhan Dewan Pembina Terhadap Firman Tuhan
Indra pun mempertanyakan kinerja para dewan pembina Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana Salatiga (YPTKSWS). Mengapa firman Tuhan tersebut tidak ditaati. Padahal, hampir semua dewan pembina adalah pendeta.
“Dari 18, hanya satu yang bukan pendeta. Kok mereka mengabaikan itu. Seharusnya, pemilihan rektor Satya Wacana, arti dari Satya Wacana kan “Setia Pada Firman Tuhan”. Harusnya dasarnya kan kesana, ke firman Tuhan,” tegas Indra.
Mestinya, ia menekankan, syarat paling utama dari calon adalah moralitas, integritas, etika. Syarat ini, sesal Indra, diabaikan oleh para pendeta yang seharusnya menjadi penyampai firman Tuhan, apapun konsekuensinnya.
Sebelumnya, aku Indra, ia dan rekannya sudah bersurat kepada dewan pengawas terkait hal tersebut. mengapa para pembina dalam pemilihan rektor mengabaikan ketiga dasar tersebut.
“Kami pingin bertemu. Ini para pendeta sama sekali tidak menggubris. Kekecewaan kami disitu. Mereka tidak mau ketemu. Akhirnya ya sudahlah, ke pengadilan. Kami maunya itu, mari kita musyawarahkan, mari kita dialog. Kenapa firman Tuhan itu diabaikan. Satya Wacana itu artinya setia pada firman Tuhan,” ungkapnya.
Rektor Representasi Universitas
Indra mengingatkan, rektor adalah representasi universitas, sedangkan jelas bahwa UKSW adalah universitas kristen. Maka segala perilaku dan track record seorang rektor wajib selaras dengan visi dan misi universitas. Jika tidak, maka segala persepsi negatif akan melekat [pula pada semua civitas akademika UKSW.
“Ini rektor. Kalau dosen yang berperilaku aneh-aneh, lalu kita sebut oknum. Rektor? Tidak bisa disebut oknum. Ini lembaga Kristen, yang harus diperhatikan pertama adalah moralitas. Kalau anggota biasa, tidak terlalu berpengaruh pada institusi. Tapi Rektor? Membawa almamater,” tukas Indra.
Dengan mengajukan gugatan ke pengadilan tersebut, ia bersama rekannya meminta PN Salatiga membatalkan keputusan rapat pleno pembina tanggal 5-6 Mei 2022. Keputusan tertanggal 7 Mei 2022 tersebut telah membatalkan salah satu bakal calon rektor yang kemudian digantikan oleh IU yang juga menjadi tergugat.
“Kami minta supaya surat dari dewan pembina yang membatalkan pencalonan salah satu calon rektor, itu dicabut,” tutup Indra.
Kotak Pandora UKSW
Sementara itu, pengacara Indra, Marthen H Toelle menjelaskan, kedua kliennya adalah alumni lulusan dari Fakultas Hukum UKSW. Karenanya, kliennya memiliki legal standing untuk menggugat ke 39 tergugat.
“Karena alumni memiliki Universitas Kristen Satya Wacana dan sebaliknya Universitas Kristen Satya Wacana memiliki alumni. Sebagaimana dalam pandangan Rektor Magnifikus, rektor pertama Universitas Kristen Satya Wacana, Dr (HC) MR. O.Noto Hamidjojo selaku Founding Fathers,” kata Marthen.
Ia menambahkan, menggugat 39 tergugat di PN Salatiga adalah keputusan terbaik bagi kliennya. Tujuannya, agar semua pihak yang mengaku ikut memiliki dan peduli dengan UKSW tidak hanya hanya berwacana di media sosial. Tempuh jalur hukum negara agar semua permasalahan yang ada terungkap terang benderang.
“Karena mereka yang ribut di medsos itu mayoritas tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi. Dengan ini, klien kami akan membuka kotak Pandora UKSW dan biarlah publik tahu dan menilainya sendiri. Ini lho yang saat ini terjadi di tubuh UKSW,” ujar Marthen. (OSY)