Elegi Tas Tanpa Nama. Opini Lulu Nugroho

Elegi Tas Tanpa Nama. Opini Lulu Nugroho

Elegi Tas Tanpa Nama. Oleh: Lulu Nugroho, Muslimah WCWH Cirebon.

Hanya karena keterlambatan kesediaan tas menyebabkan distribusi bansos terkendala, padahal paket sembako sudah tersedia, sungguh sangat disayangkan. Tas ini tampaknya istimewa, sebab keberadaannya menentukan cepat atau lambatnya masyarakat terdampak pandemi Covid-19 memperoleh bantuan sembako.

Bukan sembarang tas. Tas untuk mengemas paket sembako itu berwarna merah putih bertuliskan ‘Bantuan Presiden RI Bersama Lawan Covid-19’. Di tas itu juga terdapat logo Presiden Republik Indonesia dan Kementerian Sosial serta cara-cara agar terhindar dari virus corona. Rupanya hal inilah yang membuatnya jadi berbeda.

Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara mengakui hal yang demikian, “Awalnya iya (sempat tersendat) karena ternyata pemasok-pemasok sebelumnya kesulitan bahan baku yang harus impor,” (Liputan6.com, 29/4/2020)

Pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial mulai menyalurkan bantuan sosial berupa paket sembako senilai Rp600 ribu kepada warga tak mampu di Jabodetabek. Sementara, keluarga di luar Jabodetabek akan mendapat Bantuan Langsung Tunai senilai Rp600 ribu. Hal ini tentu patut mendapat apresiasi, bukti bahwa negara peduli terhadap rakyatnya.

Saat ini produksi tas kemasan tersebut telah lancar, diharapkan distribusi paket sembako ke depannya tidak lagi tersendat. Begitupun masalah pendataan yang belum merata, yang masih belum menyentuh seluruh lapisan bawah. Maka perlu kiranya penanganan segera, sebab perkara perut tidak mungkin ditunda.

Tas tanpa nama pun jauh lebih baik, apalagi jika diberikan secara berkala pada masyarakat terdampak. Hal ini sebagai bukti bahwa negara benar-benar bertanggung jawab terhadap urusan rakyat. Tak perlu pencitraan sebab masyarakat dengan sendirinya taat pada pemimpin yang peduli dan rela pasang badan demi mengeluarkan mereka dari masalah.

Seperti pernah dikisahkan, Khalifah Umar ra. langsung memerintahkan untuk membuat posko-posko bantuan. Diriwayatkan dari Aslam:

Pada tahun kelabu (masa krisis), bangsa Arab dari berbagai penjuru datang ke Madinah. Khalifah Umar ra. menugaskan beberapa orang (jajarannya) untuk menangani mereka. Suatu malam, saya mendengar beliau berkata,

“Hitunglah jumlah orang yang makan malam bersama kita.”

Orang-orang yang ditugaskan pun menghitung orang-orang yang datang. Ternyata berjumlah tujuh puluh ribu orang. Jumlah orang-orang sakit dan yang memerlukan bantuan sebanyak empat ribu orang. Selang beberapa hari, jumlah orang yang datang dan yang memerlukan bantuan mencapai enam puluh ribu orang.

Tidak berapa lama kemudian, Allah mengirim awan. Saat hujan turun, saya melihat Khalifah Umar ra. menugaskan orang-orang untuk mengantarkan mereka ke perkampungan dan memberi mereka makanan dan pakaian ke perkampungan. Banyak terjadi kematian di tengah-tengah mereka. Saya melihat sepertiga mereka mati. Tungku-tungku Umar sudah dinyalakan para pekerja sejak sebelum subuh. Mereka menumbuk dan membuat bubur. (Tarikh Adz-Dzahabi, halaman 274)

Saat ini sangat sulit menemukan pemimpin seperti Umar bin Khaththab, hanya satu dari seribu. Sebab kepemimpinan yang ada, tidak lagi menggunakan Islam sebagai kepemimpinan berpikir. Umar mampu bertindak cepat dan tepat membantu masyarakat, karena takutnya ia pada Allah. Itulah sebaik-baik penguasa yang pernah ada di muka bumi, karena keimanannya tidak menjadikannya lalai mengurus umat.

Loading...