TMII: Pertanyaannya Apakah YHK itu Tidak Membebani Negara? atau Tidak Menguntungkan Negara?

TMII: Pertanyaannya Apakah YHK itu Tidak Membebani Negara? atau Tidak Menguntungkan Negara?
Taman Mini Indonesia Indah

TMII: Pertanyaannya Apakah YHK itu Tidak Membebani Negara? atau Tidak Menguntungkan Negara?

Ditulis oleh: Andre Vincent Wenas, Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).

Flashback ke tahun 2010 sejenak. Wacana pengambil alihan pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah oleh Pemerintah dari Yayasan Harapan Kita sudah pernah digaungkan.

Sampai Komisi Dua DPR-RI juga berencana membentuk Panja Aset Negara segala. Namun seperti biasanya parlemen hanya berwacana ria, sementara pemerintahan saat itu (SBY) ya sami mawon.

Lahan 150 hektar dimana di atasnya dibangun Taman Mini Indonesia Indah adalah asset negara. Dan Yayasan Harapan Kita sejak era pertengahan 1970-an sudah diberi hak untuk mengelolanya oleh rejim orba. Jadi TMII adalah asset negara yag pengelolaannya sejak jaman Pak Harto diserahkan ke YHK (Yayasan Harapan Kita).

Lalu barulah di tahun 2021, tanggal 1 April Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres No.19/2021 tentang TMII yang di dalamnya mengatur penguasaan dan pengelolaan TMII dilakukan oleh Kemensetneg. Dengan demikian serta-merta pengelolaan asset negara itu dikembalikan ke Pemerintah Republik Indonesia.

Akhirnya setelah 44 tahun TMII dikelola Keluarga Cendana (lewat YHK) satu persatu asset negara itu kembali ke haribaan ibu pertiwi.

Memang semenjak tahun 2019 KPK sebetulnya telah memberi perhatian soal pembenahan aset Kemensetneg, diantaranya TMII, PPK Kemayoran, dan kawasan Senayan. Nilai asset negara di ketiga lokasi itu diperkirakan mencapai Rp 571 triliun.

Lalu oleh Kemensetneg BPKP pun telah diminta untuk melakukan audit perkembangan TMII, dan akhirnya merekomendasikan 3 hal, yaitu: pengelolaan lewat BLU (badan layanan usaha), dioperasikan pihak lain atau kerja sama pemanfaatan.

Saat ini tim transisi pengambilalihan telah mulai bekerja. Kabarnya BUMN bidang pariwisata yang bakal diberi tugas mengelola TMII. Batas waktu transisi adalah 3 bulan.

Namun sebelum pengambilalihan ini, ada peristiwa yang agak aneh. Yaitu pada 8 Maret 2021 ada gugatan perdata terhadap Keluarga Cendana dari Mitora Pte Ltd lewat Pengadilan Negeri Jaksel.

Gugatan Mitora Pte Ltd ini terkait kerjasama pemaduan seni dan teknologi dalam pengembangan TMII, dimana perusahaan Singapura ini kabarnya menggugat ganti rugi Rp 584 miliar serta penyitaan Museum Purna Bhakti Pertiwi beserta tanahnya yang berlokasi di Kawasan TMII.

Belum jelas perkembangan selanjutnya dari tuntutan Mitora Pte Ltd ini. Apa yang jadi penyebab gugatan itu? Dan kenapa lahan yang bukan milik Keluarga Cendana itu ikut digugat pula?

Ada kabar pula bahwa semasa pandemi Covid-19 ini, BPP TMII telah mengalami kesulitan finansial. Dan Yayasan Harapan Kita pun melakukan subsidi sekitar Rp 40-50 miliar untuk menutupi ongkos operasional katanya.

Maka, lantaran merugi, TMII pun tidak bisa berkontribusi pada kas negara.

Menyikapi pengambil alihan ini, dengan gaya politik santun, Kepala Staf Kantor Presiden, Jenderal (Pur) Dr. Moledoko mengajak masyarakat untuk berterima kasih kepada Ibu Tien Soeharto yang telah menginspirasi pembangunan TMII. Okelah…

Lalu Bagaimana Komentar Dari Pihak YHK Sendiri?

Yayasan Harapan Kita menegaskan bahwa mereka tidak pernah menggunakan uang negara selama 44 tahun mengelola TMII. Bahkan Sekretaris YHK, Tria Sasangka Putra, bilang mulai sejak pembangunan TMII sampai pengelolaannya dibiayai langsung oleh YHK, tanpa bantuan anggaran dari pemerintah.

Juga kerja perbaikan, pembangunan fasilitas baru, perawatan, hingga pelestarian TMII, menurut Tria, merupakan kontribusi YHK buat negara. Semua itu langsung jadi milik negara, bukan milik YHK. Sehingga tegas Tria Sasangka Putra, “Yayasan Harapan Kita tidak pernah membebani dan merugikan keuangan negara.”

Betul, kita sependapat juga. YHK memang tidak membebani atau pun merugikan keuangan negara. Dan terima kasih juga kepada Ibu Tien Suharto yang telah menginisiasi pembangunan TMII dulu.

Tapi, sebetulnya pertanyaannya bukanlah apakah pengelolaan TMII oleh YHK selama ini merugikan negara? Namun apakah selama ini pengelolaan TMII oleh YHK bisa menguntungkan negara? Tentu setelah kewajibannya dari membayar pajak-pajak langsungnya dipenuhi.

Dengan dibentuknya Direktorat Kekayaan Negara oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, kita sama-sama berharap agar asset negara yang sudah terdaftar (tercantum) dalam neraca keuangan negara bisa dikelola produktif untuk menghasilkan pemasukan bagi negara.

Dalam hitungan bisnis ada yang disebut dengan ‘opportunity-loss’, yaitu “kesempatan untuk mendapat keuntungan yang hilang” lantaran satu dan lain hal.

Padahal dengan suatu ‘aksi korporasi’ tertentu (misalnya dengan pengambil-alihan pengelolaan) ‘opportunity-loss’ itu bisa dikonversi menjadi ‘profit-opportunity’. Itu saja.

“Remind people that profit is the difference between revenue and expense. This makes you look smart.” – Scott Adams.

Loading...