HARIANNKRI.ID – Kuasa Hukum para nadzir (pemegang hak) tanah wakaf Masjid Nurul Huda Kabupaten Batang Jawa Tengah, Marthen H Toelle mengaku bingung dengan sikap kuasa hukum PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) yang terkesan mengulur-ulur proses persidangan. Majelis hakim menyatakan perkara tersebut selanjutnya akan digelar secara e-court (online).
Kebingungan tersebut disampaikan Marthen usai sidang perkara gugatan tanah wakaf Masjid Nurul Huda Desa Ujungnegoro Kecamatan Kandeman yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (3/10/2022). Turut hadir pada sidang tersebut beberapa perwakilan Forum Masyarakat Terdampak Ujung Negoro, Karang Geneng, Ponowaren (Format Ungkapno).
Marthen mensinyalir ada upaya dari SRS Lawyer (kuasa hukum PT BPI) untuk menulur-ulur persidangan. Hal ini dibuktikan dengan beberapakali mereka tidak datang pada saat sidang. Ketika datang pun, ada kesan tidak mempersiapkan sidang secara matang.
“Semangat yang diusung oleh pengadilan saat ini kan “Cepat Murah Sederhana”. Perkara kalau bisa dibuat cepat selesai kenapa harus berlama-lama. Lah kalau sidang harus bolak-balik ditunda, bagaimana mau cepat selesai. Kalaupun hadir, kadang yang dipermasalahkan justru yang bukan substansi agenda sidangnya. Maunya apa?” kata Marthen.
Kuasa Hukum Nadzir Tanah Wakaf Masjid: Pengacara PT BPI Ini Bodoh Atau Memang Strategi
Kebingungan Marthen bertambah saat hakim menyatakan perkara gugatan tanah wakaf Masjid Nurul Huda berlanjut ke litigasi, usai upaya non litigasi (mediasi) dinyatakan gagal. Hakim pun meenanyakan apakah sidang dilanjutkan secara tatap muka atau e-court. Marthen selaku kuasa hukum penggugat meminta e-court, sedangkan Richard C Adam dari SRS Lawyer, secara tatap muka.
Hakim juga menanyakan kesiapan kedua pihak untuk bersidang. Marthen menjawab satu minggu ke depan sedangkan Richard meminta 2 minggu. Majelis hakim akhirnya memutuskan sidang dilakukan secara e-court dan akan digelar 2 minggu ke depan.
“Agenda sidang mendatang itu pembacaan gugataan oleh penggugat. Mengapa harus nunggu dua minggu? Kami siap kok. Hari ini juga kami siap. Karena kami sudah mempersiapkan secara profesional. Lho kok yang sana minta dua minggu?” tegas doktor lulusan Universitas Airlangga ini.
Karenanya, ia mengaku bingung dengan sikap kuasa hukum PT BPI selama ini. Mengapa ada kesan tidak siap dalam menghadapi perkara yang ditanganinya.
“Saya bingung. Pengacara PT BPI ini bodoh atau memang ini strategi mereka? Mengulur-ulur waktu dan terkesan tidak tahu pokok perkara yang digugat. Seperti tidak PD (precaya diri-red) gitu lho,” ujar Marthen.
Jika mengulur-ulur waktu adalah salah satu strategi kuasa hukum tergugat dalam memenangkan perkara sengketa tanah wakaf Masjid Nurul Huda, Marthen mengaku sangat menyayangkan hal tersebut. Pasalnya, nama PT BPI sebagai sebuah perusahaan konsorsium pembangunan dan pelaksana PLTU Batang bakal tercemar. Karena yang dihadapi PT BPI adalah masyarakat sekitar yang terdampak akibat proyek tersebut.
“Ini kan kejam. Memanfaatkan kondisi finansial masyarakat kecil untuk memenangkan suatu perkara. Dipikirnya masyarakat akan kehabisan dana dalam perkara ini. Saya tekankan, kami dari kantor hukum Toelle Dan Sahabat ini menangani perkara ini secara pro bono (tidak memungut biaya-red). Karena pelayanan kepada masyarakat. Kalaupun saat ini perwakilan Format Ungkapno datang, itu adalah bentuk support kepada kami,” tukas Marthen.
Selaku kuasa hukum masyarakat terdampak, ia menagih janji Pj Bupati Batang Lani Dwi Rejeki yang berjanji akan memfasilitasi masyarakat yang mengalami masalah. Pj Bupati juga terikat sumpah untuk melayani masyarakat.
“Kalau kenyataannya seperti ini, apakah Pj Bupati akan membela rakyatnya atau perusahaan Jepang,” tutup Marthen.
Sementara itu, Richard C Adam saat dikonfirmasi hariannkri.id usai sidang hanya menjawab singkat.
“Maaf, saya sibuk,” kat Richard sambil meninggalkan Gedung PN Jakarta Selatan. (OSY)