Dukung Alumni UKSW, Paula Kailola: Setia Pada Firman Tuhan, Bukan Jampi-Jampi

Dukung Alumni UKSW, Paula Kailola: Setia Pada Firman Tuhan, Bukan Jampi-Jampi
Salah satu alumni Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Pendeta Paula Kailola yang mendukung dua alumni menggugat dewan pembina dan rektor UKSW di PN Salatiga saat ditemui di salah satu kafe di Salatiga Jawa Tengah, Rabu (4/1/2023)

HARIANNKRI.ID – Nama besar Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang berlandaskan pada firman Tuhan harus dijunjung tinggi melebihi kepentingan dunia. Proses terpilihnya IU sebagai rektor periode 2022-2027 disebutnya sebagai suatu kesalahan yang akan mencoreng nama almamater salah satu universitas Kristen tertua di Indonesia ini.

Pertimbangan inilah yang membuat Paula Kailola STh mendukung dua rekan alumninya menggugat dewan pembina dan rektor UKSW di Pengadilan Negeri Salatiga. Ia mengaku hanya bisa mendukung karena sadar bahwa dirinya tidak punya kapasitas untuk terlibat secara langsung dalam gugatan tersebut.

“Karena saya sadar saya buta hukum. Mungkin kalau hukum Taurat saya masih bisa bicara. Tapi kalau hukum dunia betul-betul saya ndak ngerti,” kata Paula saat ditemui hariannkri.id usai sidang di salah satu kafe di Salatiga, Rabu (4/1/2023).

Ia menekankan, dukungan diberikan kepada kedua rekan alumni UKSW karena kecintaannya kepada almamater dan tidak ingin nama almamaternya tercemar. Paula pun memberikan motivasi kepada pihak penggugat dan mengingatkan bahwa kuasa Tuhan diatas segalanya.

“Sebelum tercemar, harus dibersihkan dulu. Saya optimis. Dalam arti dia memakai kuasa lain, kita memakai kuasa yang kita imani. Dan itu pasti menang menurut saya,” imbuhnya.

Paula Kailola: UKSW Adalah Lembaga Berdasar Firman Tuhan

Karenanya, ia berharap kedua alumni yang menggugat beserta kuasa hukumnya tidak goyah dalam memperjuangkan niatnya. Baginya, UKSW adalah sebuah lembaga yang berdiri berdasar firman Tuhan  yang harus tetap dijaga sesuai tujuan awal lembaga tersebut berdiri.

“Karena ini warisan, bukan milik pribadi. Warisan lembaga yang betul-betul berdasar pada firman Tuhan. Gak bisa seenaknya saja diambil alih kemudian dirubah-rubah. Itu tidak beretikat,” tegas Paula.

Ia mengaku terkejut dengan proses sidang perdana gugatan 2 alumni UKSW yang ia hadiri secara langsung. Pendeta salah satu gereja Kristen di Semarang ini merasa terkejut dengan waktu sidang yang relatif cepat dibanding dengan waktu tunggu sidang.

“Jam 9 nunggu sampai jam 2, sidangnya gak sampai satu jam. Begitu cepatnya sidang, padahal nunggunya lama. Saya bandingkan, ternyata pengacara dan penggugat juga butuh banyak berkorban ya. Bukan cuma pendeta saja yang berkorban untuk jemaat,” imbuhnya.

Karenanya, walaupun dirinya tidak terlibat secara langsung, ia mengaku selalu mendoakan kedua rekan alumni dan kuasa hukumnya. Ia pun mengingatkan, tidak ada yang bisa melawan kuasa Tuhan.

“Saya bukan menuduh. Tapi saya ingin mengembalikan kesucian lembaga ini menurut kitab Kristen. Setia pada firman Tuhan. Bukan setia pada jampi-jampi,” tegas Paula.

Ia menyadari, menggugat para dewan pembina dan rektor bukanlah hal yang mudah. Paula berpesan agar mereka tetap semangat dalam berjuang mempertahankan nama besar almamater yang ia cintai.

“Terus terang, saya tahu itu oknum-oknum yang mendampingi dia, saya tahu mereka itu siapa. Jadi saya tidak bisa membayangkan ke depannya bagaimana dia ini. Tuhan memakai bapak-bapak sekalian ini untuk memancarkan kebenarannya Satya Wacana,’ ungkapnya.

Menurutnya, kesalahan mendasar yang terjadi adalah ke-39 tergugat tidak menjalankan pemilihan rektor sesuai dengan Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (AD ART). Paula mengingatkan, membuat AD ART yang selama ini berlaku bukanlah hal yang mudah.

“Enak aja diganti begitu saja. Padahal sejak pendirinya itu, itu patokannya AD AR. Dalam satu proses. Bukan langsung cabut begitu saja,” kata Paula.

Pendeta wanita ini kembali mengingatkan akan kuasa Tuhan dalam kehidupan manusia. Kepada hariannkri.id, Paula mengaku mengetahui siapa saja yang menjadi oknum dalam kekisruhan pemilihan rektor.

Bukan saya membenci rektornya, enggak. Saya tahu, saya diceritain sama orang. Dari tanggal satu (salah satu bakal calon rektor-red) mengundurkan diri. Lalu dia yang tadinya nggak memenuhi persyaratan, langsung diangkat. Ada apa? Lalu yang mengangkat itu saya tahu persis orangnya itu bagaimana,” serunya.

Paula mengaku tahu keputusannya mendukung dua alumnni yang menggugat dewan pembina dan rektor UKSW bukan tanpa resiko. Ia juga mengaku sudah siap akan pandangan orang lain kepada dirinya. Baginya, itu adalah konsekuensi atas pribadinya yang selalu apa adanya.

“Saya to the point. Karena saya to the pont makanya saya kadang dibenci orang. Saya bilang saya dibenci orang tidak apa-apa yang penting Tuhan sayang saya,” tutup Paula Kailola. (OSY)

Loading...