Survei SMRC: Kualitas demokrasi Indonesia Menurun Usai Aksi 21-22 Mei

Survei SMRC: Kualitas demokrasi Indonesia Menurun Usai Aksi 21-22 Mei

21-22 Mei 2019. Masyarakat lebih takut bicara politik jika dibandingkan bulan April 2019.

Demikian dijelaskan Direktur Program SMRC Sirojudin Abbas dalam presentasinya tentang hasil survei, Minggu (16/6/2019) di kantor SMRC, Jakarta. Presentasi tersebut bertajuk “Kondisi Demokrasi dan Ekonomi Politik Nasional pasca Peristiwa 21-22 Mei: Sebuah Evaluasi Publik”.

Berdasarkan survei SMRC, mayoritas rakyat Indonesia percaya bahwa pemilihan Presiden dan anggota DPR pada 17 April 2019 berlangsung secara jujur, adil, bebas, langsung, dan rahasia. Yang menganggap pemilu berlangsung jurdil mencapai 68-69% warga, sementara yang menganggap kurang/tidak jurdil hanya 27-28%.

Namun survey SMRC ini juga menunjukkan adanya penurunan kepuasan dan kepercayaan masyarakat atas kualitas demokrasi di Indonesia seusai terjadinya peristiwa 21-22 Mei 2019. Peristiwa tersebut dinilai telah mencederai demokrasi.

Survei ini mewawancarai 1220 responden yang ditarik secara random di seluruh Indonesia pada 20 Mei-1 Juni 2019. Margin of error 3,05%. Survei SMRC menunjukkan kepuasan atas pelaksanaan demokrasi secara umun turun dari 74% (April 2019) menjadi 66% (Juni 2019). Penurunan kepercayaan warga terjadi pada sejumlah hal yang menjadi indkator kualitas demokrasi.

“43 persen warga menganggap saat ini masyarakat sering takut bicara politik. Sementara pada 2014 angkanya hanya 17 persen. 38 persen warga menilai saat ini warga sering  merasa takut dengan perlakuan semena-mena oleh aparat penegak hukum. Sementara pada 2014 angkanya hanya  24 persen,” jelas Sirojudin Abbas.

Penurunan juga terjadi pada keinginan masyarakat untuk berorganisasi. Untuk menjalankan agama, survei SMRC juga menyebutkan masyarakat lebih takut menjalankan agama dibanding sebelumnya.

“21 persen warga menilai saat ini warga sering takut ikut organisasi, sementara pada 2014 angkanya hanya 10 persen. 25 persen warga menilai saat ini warga sering takut menjalankan agama, sementara pada 2014 angkanya hanya 7 persen,” ujar Sirojudin Abbas.

Walau tetap minoritas, warga yang menilai kondisi politik saat ini buruk juga mengalami peningkatan dibandingkan 2014. Saat ini sekitar 33% warga menganggap kondisi politik Indonesia buruk. Sementara pada 2014 angkanya hanya mencapai 20%.

Menurut Sirojudin, temuan survei ini menunjukkan bahwa Presiden Jokowi didukung oleh mayoritas warga Indonesia. Mereka percaya bahwa pemlihannya telah berlangsung secara baik dan benar. Namun ada kekhawatiran bahwa terjadi penurunan kualitas demokrasi.

“Mudah-mudahan ini bisa menjadi bahan pekerjaan rumah bagi Presiden Jokowi untuk lima tahun ke depan,” tutup Sirojudin Abbas. (OSY)

Loading...