Ulah Beberapa Pembangkang, Petualang dan Gelandangan Politik Akhir-akhir Ini.
Ditulis oleh: Andre Vincent Wenas, Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).
Mengaku kenal baik dengan Munarman, maka Fadli Zon bilang tidak percaya soal tuduhan teroris terhadapnya. Itu mengada-ada dan kurang kerjaan katanya.
Ya memang bebas saja sih, mau percaya atau tidak percaya itu soal keyakinannya Fadli Zon sendiri. Soal keyakinan khan haknya masing-masing ya. Tidak berpengaruh apa-apa terhadap proses hukum yang sedang berjalan. Hukum itu taat pada ayat-ayat undang-undang, dan tidak ambil pusing dengan ayat-ayat kitab suci manapun.
Tapi, biar bagaimana pun, Fadli Zon mestinya percaya bahwa Munarman bakal menemani Rizieq Shihab dan Bahar Smith untuk berlebaran di hotel prodeo. Apakah Fadli Zon mau menemani mereka juga?
Bisa juga sambil mengantarkan sendal Munarman yang ketinggalan dan sedang jadi trending-topic dimana-mana. Ya terserah saja.
Heran, bukankah Prabowo Subianto itu juragannya Fadli Zon sudah berada dalam struktur pemerintahan Presiden Joko Widodo?
Jadi Partai Gerindra sebetulnya bukan lagi partai oposisi, dan seyogianya mesti mendukung tindakan pemberantasan terorisme yang sedang giat-giatnya dilakukan oleh Pemerintahan Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin.
Tapi Fadli Zon ternyata membangkang. Apakah pembangkangan ini adalah bagian dari partitur yang dirancang partai? Hanya Prabowo yang tahu.
HTI dan FPI sebagai organ ‘attacking-dog’ untuk menakut-nakuti sudah bubar. Mungkin beberapa petualang politik dan gelandangan politik yang selama ini jadi semacam bohir mereka butuh piaraan baru yang bisa disuruh-suruh menggigit siapa saja yang menghalangi jalannya skenario politik hitam mereka.
Sementara itu Anies lagi sibuk bersafari ke berbagai daerah, meninggalkan begitu saja wilayah Jakarta yang jadi area tanggungjawabnya. Mungkin ia sedang mencari Pohon Mahoni yang hilang dari Kawasan Monas dan sampai sekarang belum ketemu.
Kita berharap Pak JK bisa ‘mendidik’ anak emasnya ini untuk bisa menyusun skala prioritas dalam menjalankan administrasi pemerintahan ibu kota. Masak sih mesti vokalis Kebon Sirih yang memberi nasihat buat Anies?
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana, meminta Anies supaya fokus kerja membenahi Jakarta dari pada safari ke daerah.
Diingatkannya pula bahwa masa jabatan Anies habis tahun depan (2022), namun (cilakanya) belum ada satupun janjinya yang dituntaskan. Nah lho!
William Aditya Sarana pun bermurah hati untuk kasih nasihat, “Kinerja yang baik sebagai Gubernur DKI Jakarta akan memudahkan Anies menjadi calon Presiden di tahun 2024.”
Eh…memangnya Anies mau mencalonkan diri di tahun 2024 nanti? Apakah pantas? Dengan kinerja amburadul seperti ini Parpol mana sih yang mau mengusung?
Jakmania pun berkerumun malam hari di bundaran Hotel Indonesia, abai dengan prokes. Mungkin saat itu juga banyak Jakmania yang bertepuk tangan walau tepuk tangan oleh Abdullah Hehamahua sudah dilarang lantaran itu adalah budaya Yahudi katanya.
Ya sudah, apakah Abdullah Hehamahua mau mengusulkan pada Jakmania supaya mengganti tepuk tangannya jadi tepuk jidat misalnya. Walahuallam!
Sementara itu ada berita daerah yang menarik. Vonnie Anneke Panambunan (biasa disingkat dengan VAP) mantan Bupati Minahasa Utara yang cantik itu barusan ditangkap oleh Kejati Sulut. Apa pasal? Ya apalagi kalau bukan sangkaan praktek korupsi.
Setelah sebelumnya belasan kali mangkir dari persidangan, lalu nekat ikut kontestasi Pilgub Sulut, dan terakhir mangkir dengan alasan sakit dan sedang dirawat di Jakarta, Vonnie Panambunan akhirnya digelandang juga oleh Kejati Sulut. Walau belum lama ini Vonnie telah mengembalikan uang negara sejumlah Rp 4,2 milyar!
Vonny Panambunan dulu memimpin pemerintahan Kabupaten Minahasa Utara yang luas, subur dan indah. Wilayahnya mencakup daerah pantai dan beberapa pulau di sebelah utara. Wilayahnya butuh pemecah ombak, sayangnya proyek pemecah ombak itu dikorupsi. Akhirnya proyek pemecah ombak itu memecahkan karir politik VAP.
Sebagian uang korupsi dikembalikan, namun proses hukum terhadap VAP tetap berjalan. Ini jelas berbeda perlakuan dengan kasus pembelian pemadam kebakaran (damkar)nya oleh administrasi Anies Baswedan.
Ada “kelebihan-bayar” sebesar Rp 6,5 milyar yang katanya bakal dikembalikan, dengan dicicil pula. Kenapa dikembalikan, ya lantaran keburu ketahuan dan jadi ramai di ruang publik.
Lha kalau tidak ketahuan dan tidak ramai di ruang publik gimana Nies? Hmm…
Kita semua pun mahfum bahwa masih banyak operasi senyap bancakan (mark-up atau penggarongan) uang rakyat yang sedang berjalan. Skandal yang sudah terbongkar pun masih menyisakan banyak koruptor yang lolos. Mereka licin bukan kepalang, bagai belut dilumuri oli.
Skandal E-KTP, BLBI, TPPI, BUMN (Asabri, Jiwasraya, dll), ditambah lagi bancakan APBD di berbagai daerah, plus dana otsus, dan bansos yang masih gelap gulita. Itu semua tugas penegak hukum.
Tugas kita bersama adalah menjaga memori publik, supaya semua itu tidak terlupakan lalu diabaikan.