HARIANNKRI.ID – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menuding pemerintah masih setengah hati menuntaskan masalah mahalnya harga minyak goreng curah. Pemerintah dikatakan tidak berani mengambil sikap tegas terhadap produsen minyak goreng yang tidak komitmen memproduksi minyak goreng curah sesuai target.
“Padahal kami melihat sebab utama gonjang-ganjing minyak goreng curah adalah karena produsen tidak berkomitmen untuk memproduksi migor (minyak goreng-red) curah sesuai target kuota. Akibatnya pasokan hanya setengah dari kebutuhan migor curah yang 8 ribuan ton per hari. Apalagi di bulan Ramadhan kebutuhan migor ini diperkirakan meningkat,” kata Mulyanto di Jakarta, Jumat (30/4/2022).
Karenanya, lanjut Mulyanto, kalau Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita tidak mengoyak-ngoyak produsen nakal tersebut, bisa jadi kebijakan pelarangan CPO dan turunannya ini tidak akan efektif. Hasilnya, tetap saja harga migor curah jauh di atas HET.
“Sebenarnya produksi minyak goreng curah rumah tangga tidak lebih dari 42 persen total produksi migor atau sekitar 20 persen dari total produksi CPO nasional. Ini sesuai dengan pepatah, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Yang bermasalah adalah segelintir produsen migor curah, yang kena akibatnya adalah seluruh produsen CPO dan turunannya,” imbuh politisi PKS ini.
Mulyanto: Hati-hati Kelola Dana Subsidi Minyak Goreng Curah
Selain itu Mulyanto minta pemerintah mengambil pelajaran dari skandal penyimpangan izin ekspor CPO. Pemerintah melalui Menperin untuk ekstra hati-hati dalam pengelolaan dana subsidi minyak goreng.
“Jangan sampai mengalami kasus serupa. Pasalnya, berbagai proses administrasi dan verifikasi dokumen dana subsidi migor curah saat ini menjadi tanggung jawab Menperin,” tuturnya.
Menurut Mulyanto, Memperin wajib memverifikasi dokumen pembayaran dana subsidi migor tersebut secara seksama. Sebelum dibayarkan subsidinya oleh BPDPKS (badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit).
Menperin, ujarnya, harus dapat memastikan bahwa besaran dana subsidi minyak goreng curah yang dibayarkan kepada pengusaha migor sesuai dengan volume minyak goreng curah yang diproduksi. Jangan sampai muncul dokumen bodong atau penggelembungan dana (over claim) yang lolos dan dibayarkan subsidinya.
“Kalau ini terjadi, maka negara yang akan dirugikan. Uang subsidi terus mengalir, namun migor curah tetap langka di pasaran,” tegasnya.
Namun demikian, lanjutnya, tentu saja proses verifikasi dokumen tersebut tidak boleh berbelit-belit.
“Agar para produsen nakal tidak menjadikannya alasan untuk ogah-ogahan merealisasikan komitmen mereka memproduksi minyak goreng curah,” tutupnya. (OSY)