8 Usulan KPAI Soal RPP Kesehatan Diterima Menteri Kesehatan

8 Usulan KPAI Soal RPP Kesehatan Diterima Menteri Kesehatan
Ketua KPAI Ibu Ai Maryati Solihah, Wakil Ketua KPAI Jasra Putra, Kepala Sekretariat KPAI Ibu Dewi, Farid Arifandi anggota pokja kesehatan menyampaikan masukan terkait RPP Kesehatan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin

HARIANNKRI.IDMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menerima 8 usulan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan (RPP Kesehatan). Lembaga ini juga optimis, jika RPP ini disetujui, dapat meningkatkan pelayanan dan pemenuhan hak anak atas kesehatan

Demikian disampaikan Wakil Ketua KPAI Jasra Putra dalam pernyataannya, Selasa (10/10/2023). Ia menuturkan, usulan tersebut diterima Menteri Kesehatan saat pertemuan di Kantor Kementerian Kesehatan, Senin (9/10/2023).

“Sudah 6 bulan KPAI melalui Pokja RPP Kesehatan bekerja, guna memberi masukan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan. Ada 8 kluster dalam RPP Kesehatan yang menjadi sorotan KPAI,” kata Jasra.

Ketua Pokja RPP Kesehatan dari KPAI ini menjabarkan 8 usulan tersebut. Pertama ibu, bayi, anak dan remaja; kedua penyandang disabilitas, ketiga gizi, keempat upaya kesehatan jiwa, kelima usaha kesehatan sekolah, keenam kesehatan lingkungan, ketujuh perlindungan anak dari produk zat adiktif dan rokok elektronik; dan ke delapan skema pembiayaan kesehatan anak.

Jasra menekankan, terkait Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), pihaknya melihat, UKS lebih pada sekolah yang berada di bawah Kemendikbudristek. Sedangkan yang dibawah Kemenag belum terakomodir.

“Ini yang menjadi masukan KPAI saat kita membahas RUU Kesehatan bersama DPR RI. Namun di UU Kesehatan yang baru, semua sudah masuk, bahkan sampai ke kegiatan keagamaannya. Terima kasih Pak Menteri, KPAI sangat mengapresiasi, atas upaya kerja keras menghadirkan UU Kesehatan yang berperspektif anak,” ujar Jasra Putra.

Wakil Ketua KPAI menyampaikan, dalam bulan September 2023, pihaknya telah menerima 64 aduan soal akses kesehatan. Pihaknya melakukan dengan penanganan mediasi, misal laporan layanan ganguan jantung anak yang berakhir meninggal, yang dirasa orang tua korban penjelasan dari pihak rumah sakit masih kurang.

Begitu juga peristiwa baru baru ini di Pasaman Sumatera Barat, tentang puluhan anak korban sodomi yang kesulitan mengakses visum, lanjutnya, karena tidak ada fasilitas pemeriksaan di daerah terdekat, sehingga menggunakan pembiayaan mandiri dengan meminta warga mengumpulkan donasi untuk bisa melakukan visum korban. Ini juga menjadi perhatian KPAI, karena dukungan kesehatan sangat penting dalam mempercepat proses dan memberi akses keadilan bagi korban, serta rencana pemulihan jangka panjang.

“Untuk itu terkait hal tersebut, kami mengusulkan, bagaimana agar KPAI bisa menyampaikan atau memberi masukan langsung kepada Menteri Kesehatan. Dengan memasukkan peran KPAI dalam RPP tersebut,” tegasnya.

Ia menambahkan, karena kalau melihat siklus kehidupan terkait anak, RPP ini cukup banyak mengatur terkait pelayanan dan pemenuhan hak anak atas kesehatan. Dan berbagai perkembangan aktual kesehatan anak, yang butuh keberpihakan bersama, kesepahaman bersama dalam penyelesaiannya, yang sangat membutuhkan peran bersama.

Sementara itu, Ketua KPAI Ai Maryati mengakui, pihaknya memang tidak melakukan layanan kesehatan secara langsung. Namun ia mnekankan, ketika masyarakat terjadi permasalahan saat mengakses layanan kesehatan, maka  KPAI memiliki kewajiban menjalankan mandat dari Presiden tentang pengawasan layanan, pelaksanaan kebijakan dan memberikan masukan.

“Karena rangkaian mandat KPAI itu, menjadi bagian penting dan penentu keberhasilan layanan pendampingan anak secara keseluruhan. Yang secara paralel dalam mengungkap kasus, mendorong pemberian akses keadilan, proses pemulihan. Terutama ketika anak menjadi korban, saksi maupun pelaku, seperti anak anak berkonflik dengan hukum. Yang semuanya membutuhkan keberpihakan dalam akses layanan kesehatan,” jelas Ai Maryati.

Keberpihakan dalam akses layanan kesehatan ini diklaimnya menyangkut berbagai hal. Seperti memastikan kebijakan afirmatif, pengembangan sistem informasi kesehatan dan sistem pembiayaan kesehatan yang komprehensif. Demikian pula dengan menyusun kebijakan anggaran yang inklusif dan mengembangkan mekanisme pengawasan dan evaluasi program untuk menjamin keberlanjutan program.

“Karena kita punya mandat melindungi anak sejak umur 0 sampai 18 tahun, yang memper prasyaratkan sejak dalam rencana kandungan, dengan memberi derajat optimal dalam pelayanan, Yang dalam Undang Undang Perlindungan Anak di bahasakan dengan upaya kesehatan yang komperhensif dan memperoleh derajat kesehatan yang optimal,” tutupnya. (OSY)

Loading...