HARIANNKRI.ID – Santunan Presiden Joko Widodo kepada 326 anak keluarga korban Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) diapresiasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Langkah presiden disebut memberikan semangat baru pada keluarga korban yang sejak setahun silam telah mengajukan class action.
Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menjelaskan maksud “santunan terhadap korban” yang dilakukan Presiden. Santunan tersebut adalah kompensasi berupa santunan kematian yang diberikan kepada seseorang yang mengalami kejadian ikutan pasca pemberian obat pencegahan massal dan imunisasi berdasarkan hasil audit kausalitas.
“Hanya besarannya seperti apa, tentu Kementerian Menko PMK, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial sedang mempersiapkannya,” kata Jasra dalam pernyataannya, Sabtu (30/9/2023).
KPAI berharap langkah yang dilakukan Presiden hari ini, diikuti dibawahnya untuk segera menuntaskan kasus ini. Terutama penuntasan proses hukum yang sudah jelang satu tahun.
“Sejak Agustus 2022 sampai September 2023,”imbuhnya.
Jasra mengajak semua mengingat betapa nestapa anak yang sudah lemah kemudian dilemahkan kembali produk obat di Indonesia. Sakit 326 anak yang awalnya hanya ingin sembuh dari batuk, pilek dan demam, justru menjadi malapetaka. Hal ini terjadi setelah industri obat memasukkan bahan yang dilarang BPOM.
“Anak-anak kita di 27 propinsi dijejali racun yang berkedok obat. Sehingga kehilangan nyawa. Namun untuk anak-anak yang masih hidup, kondisinya ada yang masih dirawat, menerima dampak komplikasi, cuci darah, kehilangan mendadak yang tak pernah dibayangkan,” ujar Wakil Ketua KPAI ini.
Lanjutnya, hingga hari ini, para keluarga korban terus menyuarakan nasibnya. Saat ini mereka telah mengajukan class action.
“Hanya kabarnya, yang tergugat tidak dapat hadir di persidangan,” sambungnya.
Sikap KPAI Terhadap Class Action 326 Keluarga Korban GGAPA
Ia menuturkan, KPAI sejak awal sangat tegas meminta 326 hak anak dan hak keluarganya dipulihkan. Karena apa yang dialami mereka saat ini merupakan kejadian ikutan pasca minum obat.
“Dan sudah ada penjelasan dari BPOM. Saya kira sudah ada aturannya ya, ketika terjadi pelanggaran hak anak untuk segera ditindak, apalagi dalam persoalan anak, APH punya mandat dalam Undang Undang Undang Peradilan Pidana Anak ada kewajiban mempercepat prosesnya,” seru Jasra.
Karenanya, ungkapnya, KPAI mendorong agar proses hukum yang telah menetapkan beberapa tersangka dapat terus berlanjut di Pengadilan Negeri Kediri. Selain soal pelanggaran hak konsumen anak untuk mendapat derajat kesehatan optimal, ada juga soal kemanusiaan.
“Agar keluarga segera bisa melanjutkan hidupnya, dengan kejelasan hak akses hukum dan akses keadilan,” tutup Jasra Putra. (OSY)